Perjudian dan Lokalisasi
Dalam beberapa hari belakangan ini permasalahan perjudian sedang marak
di perbincangkan baik di kalangan elit politik maupun kalangan ulama.
Dari kalangan elit politik mencuat wacana tentang dibangunnya sebuah
lokalisasi perjudian. Bahkan ide itu muncul dari Gubernur DKI Sutiyoso
dan disetujui oleh Bupati Kepulauan Seribu dgn menyiapkan 36 pulau utk
dipilih mana yg paling cocok. Lokalisasi perjudian pernah dilakukan pada
jaman Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI.
Dari perjudian ini mengalirlah
dana pajak yg digunakan utk membangun Jakarta. Kemudian munculah
kontroversi dan polemik sehingga akhirnya lokalisasi judi itu ditutup.
Dengan demikian gema kontroversi lokalisasi perjudian ini adl
pengulangan permasalahan yg pelik di masa lalu. Dan sekarang kembali
diungkit-ungkit. Perjudian sebagai penyakit kronis masyarakat sejak
jaman baheula sudah mendarah daging di kalangan sebagian masyarakat.
Perjudian sebagaimana juga pelacuran adalah penyakit masarakat yg sulit
utk diberantas tuntas baik itu perjudian kelas teri di jalan-jalan dan
perkampungan apalagi perjudian kelas elit di hotel-hotel berbintang
apabila tidak ada kemauan dan kebijakan pemerintah apalagi terdengar
kabar bahwa munculnya wacana lokalisasi itu terkait dgn pertemuan
konglomerat Tomy Winata dgn RI 1 yg menyetujui pulau seribu sebagai
tempat lokalisasi. Maraknya perjudian itu krn ketidakmampuan dan
ketidaktegasan pemerintah dan aparat keamanan. Mereka justru terlibat
dalam lingkaran perjudian itu terutama menjadi centeng atau beking bagi
keamanan kegiatan perjudian.
Munculah pertanyaan daripada main judi
kucing-kucingan kenapa tidak dilegalkan? Pemerintah agaknya malu-malu
kucing walaupun gelagatnya menyetujuinya mengingat sumbangan pajaknya yg
begitu besar. Akan tetapi dgn adanya undang-udang antiperjudian UU no7
tahun 1974 dan juga Keppres tahun 1975 tidak memungkinkan dibangunnya
lokasi perjudian. Kalaupun DPRD akan mencari celah dgn membuat peraturan
daerah secara logika tidak dapat diterima krn peraturan itu dibawah
peraturan yg lbh tinggi yg telah jelas memutuskannya. Lokalisasi
perjudian tidak menjamin bahwa judi hanya terlokalisasi di wilayah
tersebut.
Kita telah melihat contoh yg nyata yaitu masalah pelacuran.
Dalam kasus pelacuran misalnya ketika dulu di Jakarta di bangun
lokalisasi Kramat Tunggak ternyata pelacuran tidak cuma di area
lokalisasi bahkan kian merambah ke mana-mana. Adapun teori yg
dimunculkan oleh sebagian intelektual yg menyetujui lokalisasi adl teori
pepesan kosong . Seharusnya ia malu mendukung teori perusakan moral
bangsa krn dampak dari perjudian tersebut lbh besar daripada incom yg
mungkin masuk dalam kas negara.
Pembenahan moral bangsa yg sudah semakin
terpuruk ini jangan lagi ditambah dgn cost yg harus dibayar krn
bertambah luasnya dekadensi moral. Dengan membangun dari dana hasil
perjudian berarti kita membangun bangsa ini dgn uang haram dan uang
haram yg digunakan utk membangun tidak akan membawa berkah bagi
masyarakat bahkan menjadi laknat. Bangsa yg terpuruk sekarang ini tidak
mungkin bangkit dgn dana pembangunan yg asal-usulnya adl haram.
Yang
terjadi justru sebaliknya azab Allah sebagai peringatan yg akan datang.
Judi dilihat dari sudut pandang apa pun adl judi. Judi menurut Islam adl
haram. Dengan diadakannya lokasi khusus utk judi muncul anggapan bahwa
perjudian ‘dihalalkan’ pemerintah. Padahal lokalisasi tidak menyurutkan
orang utk berjudi bahkan justru perjudian itu menjadi semakin marak.
Kenapa mencari-cari alasan utk melegalkannya? Sebagai negara yg
berpenduduk muslim
terbesar di dunia semestinya kita malu mempunyai ide utk melegalkan
perjudian apalagi utk melegalkannya.
Kalaupun sekarang bertebaran
perjudian ilegal masalah itulah yg harus diatasi bukan malah menjadikan
ketidakmampuan itu sebagai alat utk melegalkan perjudian. Seharusnya
kita mencari solusi utk mengupayakan perubahan masyarakat ke arah yg lbh
baik lewat education pendidikan moral aparat dgn suri tauladan dari
para pimpinannya baru kemudian penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Dengan adanya lokalisasi perjudian justru akan menambah masalah bukan
menyelesaikan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar